Selfie di tempat bekas bencana tsunami Banten via https://www.theguardian.com

Miris!! Mau Liput Bencana, Media Asing Ini Justru Kaget Lokasi Tsunami di Banten Jadi Spot Selfie Dadakan

Diposting pada

Di tengah-tengah berita update soal jumlah korban dan pemberitaan tentang betapa minimnya sistem peringatan dini bencana di Indonesia, ada sebuah tulisan yang tidak biasa dari media Inggris ternama The Guardian yang meliput tsunami Selat Sunda kemarin. Tim The Guardian yang terjun ke lapangan ini, tampaknya kebingungan dan terheran-heran melihat banyaknya orang Indonesia yang ramai berbondong-bondong datang dan ber-selfie di lokasi bencana. Kalau sampai kaget begitu, bisa jadi tim ini baru pertama kali meliput bencana di Indonesia mungkin ya?! Pasalnya, miris sih tapi kita tidak bisa mengelak kalau itu pemandangan yang cukup umum di Indonesia.

Sampai menyiapkan tongkat selfie-nya segala via manaberita.com

The Guardian kemudian ‘kepo’ menanyakan apa motivasi orang-orang ini untuk datang dari jauh dan ber-selfie di lokasi bencana yang penuh kehancuran (bahkan mungkin ada juga jenazah yang masih bergelatakkan). Mau tahu apa penjelasan orang-orang itu? Terus kalau menurut kamu, selfie yang begituan sebenarnya pantas nggak sih?

Media Inggris, The Guardian, belum lama ini menyoroti pemandangan yang menurut mereka tidak lazim ketika meliput bencana tsunami Selat Sunda : orang-orang ramai ber-selfie di daerah bencana

Mau meliput bencana, orang-orang The Guardian bingung melihat pemandangan ini via manaberita.com

Selfie di lokasi bencana mungkin bukan pemandangan baru bagi kita. Secara orang Indonesia sering banget memanfaatkan momen apapun untuk mengabadikan foto. Tampaknya kebiasaan ini disikapi berbeda oleh media asal Inggris, The Guardian. Saat meliput lokasi tsunami di pesisir pantai Banten kemarin, mereka kaget melihat sejumlah wanita berpose dengan latar bekas bencana. Orang-orang ini selfie seperti sedang berada di lokasi wisata. Apalagi ada yang rela menempuh perjalanan jauh cuma demi sampai di sana.

Dari keterangan yang dihimpun The Guardian, orang-orang itu tampaknya berkeyakinan jika selfie-nya semakin dramatis maka mereka akan bisa mendapat lebih banyak likes di media social

Biar banyak likes-nya via www.theguardian.com

Jamie Fullerton, fotografer The Guardian yang meliput langsung ke lokasi bencana, melihat ada seorang wanita yang bahkan sampai menghabiskan waktu 30 menit demi mencari angle yang pas buat foto bersama mobil SUV yang rusak. Ada lagi remaja perempuan asal Jawa Tengah, yang mengaku sudah berkali-kali mengambil selfie dengan latar orang sedang melakukan evakuasi. Katanya untuk diunggah ke media sosial dan grup WhatsApp. Seorang ibu inisial S, bahkan berpendapat, biasanya foto lokasi bencana memang akan banyak mendapat likes.

Salah satu orang yang diwawancarai yaitu S mengaku tidak datang sendiri. Ia ke sana dengan kelompok pengajiannya untuk mengirim bantuan langsung. Nah selfie itu katanya buat bukti kalau bantuannya benar-benar tersalurkan

Tapi kok ekspresi dan gaya fotonya malah berasa kayak liburan~ via www.theguardian.com

Saat ditemui The Guardian, S mengaku tujuannya ke sana sebetulnya buat menyalurkan bantuan untuk korban. Dan foto-foto selfienya digunakan sebagai bukti di Facebook kalau ia dan kelompok pengajiannya benar-benar datang ke sana untuk memberikan bantuan. Menurut S, selama tujuan selfie adalah untuk berbagi kesedihan dengan orang lain dan bukan buat pamer, ia merasa sah-sah saja. Tapi ya kalau lihat foto-fotonya kok malah berasa kayak liburan ya…?

Bukan cuma lokasi bencana, situasi-situasi yang seharusnya khidmat semacam pemakaman pun kini dipenuhi sorotan kamera smartphone. Seperti pemakaman Dylan Sahara beberapa waktu lalu, kebanyakan pelayat tampaknya lebih fokus merekam daripada berdoa

Seperti yang kita tahu, istri dari Ifan Seventeen, Dylan Sahara, juga turut jadi korban bencana tsunami minggu lalu. Selasa tanggal 25 Desember kemarin, Dylan yang sempat dinyatakan hilang itu akhirnya dimakamkan di Ponorogo. Tapi ada yang menarik dari prosesi pemakamannya itu. Dilihat dari video yang diunggah @lambe_turah, tidak sedikit orang mengabadikan momen itu pakai ponsel mereka. Suasana pemakaman yang seharusnya khidmat jadi tidak ada bedanya sama konser musik, dimana orang sibuk dengan HP masing-masing demi konten video.

Tiap orang mungkin punya batasan masing-masing soal momen apa yang pantas atau tidak pantas jadi konten media sosial. Cuma semuanya harus tetap tahu tempat dan waktu, serta perasaan orang yang mungkin terdampak selfie itu

Kalau keadaan terkondisi dan pihak berwajib sudah menyelesaikan tugasnya, bencana boleh saja kok didokumentasi via feed.merdeka.com

Sejak teknologi ponsel berkamera hadir, orang Indonesia memang jadi keranjingan foto, mau momennya bahagia, sedih, atau mencekam sekalipun, selfie tetap jadi prioritas. Mungkin tidak semua orang begitu, tapi realita semacam ini memang tidak bisa dihindari, termasuk di lokasi bekas bencana. Selama nggak berlebihan sih sebenarnya nggak masalah, tapi kalau sudah mengunggah foto mayat, korban bencana, atau apapun yang jauh dari kata etis, sebaiknya dihindari aja. Apalagi kalau tujuannya semata-mata cuma buat diunggah di medsos dan mendapat pengakuan publik. Duh, nggak banget!

Miris sih ketika media asing justru menyorot kebiasaan yang menurut mereka kurang etis ini. Jadi malu sendiri kan, citra Indonesia di mata negara lain jadi ikut tercoreng, dikira kita nggak bisa membedakan mana yang pantas dan tidak pantas dilakukan di lokasi bencana. Hmm.. kalau menurut Moms gimana ini menyikapi fenomena ini?

Source: hipwee.com